Salah satunya menekankan pada advokasi bagi perempuan pedesaan dan perempuan penyandang disabilitas dalam hubungannya dengan upaya mewujudkan pertumbuhan ekonomi inklusif serta akses untuk membangun ketahanan.
Pertemuan tersebut juga telah mengidentifikasi tantangan bagi perempuan pedesaan dan perempuan penyandang disabilitas dalam menghilangkan akses yang tidak setara bagi perempuan pedesaan dan perempuan penyandang disabilitas agar mereka bisa berpartisipasi dalam perekonomian.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, I Gusti Bintang Puspayoga mengatakan meskipun kemiskinan tidak pernah netral gender, faktanya, wanita merupakan sebagian besar orang miskin di dunia.
“Perempuan umumnya menghadapi diskriminasi, stigmatisasi, subordinasi, marginalisasi, dan bahkan kekerasan. Masalah-masalah ini telah menyebabkan akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat yang tidak setara atas sumber daya bagi perempuan, yang menyebabkan potensi yang mereka miliki kurang dimanfaatkan,” ujarnya.
Bintang menambahkan, saat ini tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan Indonesia hanya 53,34%. Perempuan juga terkonsentrasi di sektor informal, yaitu 63,8%.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bersama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian Dalam Negeri, serta pemerintah daerah bekerja sama mengembangkan program “Perempuan dan Desa Ramah Anak/Kelurahan” untuk mengarusutamakan hak-hak perempuan dan anak-anak dari tingkat akar rumput.
Melalui program ini, juga dipromosikan kewirausahaan bagi perempuan lokal dan perempuan lokal penyandang disabilitas. Hingga saat ini, total ada 142 Desa Ramah Perempuan dan Anak di 71 Kabupaten dan 33 Provinsi di Indonesia. Selain itu, 80 Desa/Kelurahan juga telah menginisiasi sendiri program ini.
“Kami juga berharap dari pertemuan ini dapat menghasilkan rekomendasi yang kuat dan dapat ditindaklanjuti yang dapat dikemukakan dalam agenda pengarusutamaan G20,” harapnya.
Sementara itu, dalam penyampaian kesimpulan pertemuan W20 Presidensi Indonesia yang keempat ini, Co-Chair W20 Indonesia Dian Siswarini, mengatakan, sebagian besar pembicara menunjukkan peran integral perempuan untuk menjadi kekuatan pendorong tidak hanya dalam mencapai pemulihan ekonomi dari pandemi, tetapi juga sebagai fondasi stabilitas ekonomi jangka panjang kita.
“Banyak tantangan yang dihadapi perempuan yang menghambat mereka untuk berpartisipasi aktif dalam perekonomian, terutama tantangan perempuan yang kurang beruntung, terutama mereka yang memiliki disabilitas dan di daerah pedesaan di bawah pandemi Covid-19, dan hambatan bagi mereka untuk memasuki pasar tenaga kerja,” kata Dian.
Untuk itu, Dian menekankan, bahwa para pemimpin G20 harus segera mengambil tindakan. Pertama, menghilangkan hambatan bagi perempuan yang kurang beruntung, terutama mereka yang memiliki disabilitas dan di daerah pedesaan, untuk memasuki pasar tenaga kerja dan mengamankan basis ekonomi yang cukup untuk menopang kehidupan mereka bahkan di bawah krisis.
Kedua, menghilangkan akses yang tidak setara bagi perempuan pedesaan dan perempuan penyandang disabilitas untuk berpartisipasi dalam ekonomi dan membangun ketahanan.
Ketiga, meningkatkan literasi digital dan keuangan bagi perempuan pedesaan dan perempuan penyandang disabilitas. Keempat, menciptakan asosiasi bisnis perempuan merupakan bagian integral dari membuka akses ke pasar dan meningkatkan dukungan antara pengusaha perempuan, seperti bantuan teknis dan keuangan kepada UMKM.
“Dan yang terakhir, mengurangi peraturan kaku yang datang dari berbagai pemangku kepentingan termasuk sektor swasta dan publik untuk meningkatkan potensi penuh para perempuan penyandang disabilitas dan di pedesaan,” tutupnya.