Wacana libur nasional di Hari Kejepit Nasional (Harpitnas) tengah di upayakan Menparekraf Sandiaga Uno.
Menurut Sandiaga, libur Harpitnas sebagai salah satu upaya mencapai target perjalanan wisatawan nusantara sebesar 1,4 miliar pada 2023.
Ia menambahkan optimalisasi hari libur kejepit telah diajukan ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia (KemenPAN-RB).
“Sudah kami ajukan juga di KemenPAN-RB, memang ada di Bu Nia Deputi Bidang Kebijakan Strategis bolanya ini, bagaimana kita tahun ini dimulai mungkin dengan beberapa dulu, jangan semua hari libur. Misal, hari libur yang jatuh hari Sabtu dikedepankan hari Jumat, atau dimundurkan di hari Senin kalau jatuh di hari Minggu,” jelas Sandiaga Uno di Jakarta, Senin (16/01/2023).
“Sementara kalau perayaan agama bisa di hari itu sendiri. Ini dampaknya bisa semakin dilihat dari lebih lama waktu untuk melakukan pergerakan wisatawan,” lanjut Menparekraf.
Ia optimistis libur di hari kejepit bisa meningkatkan produktivitas dan membuat pikiran menjadi lebih segar dan fresh.
“Telah terbukti melalui studi bahwa setelah long weekend itu kembali fresh dan produktivitasnya lebih tinggi, dan itu sudah ada acuan dari keilmuannya,”tegasnya.
Sebelumnya Sandiaga Uno mengusulkan agar satu hari kerja yang ada di antara hari libur atau Harpitnas diliburkan.
Ide Sandiaga ini muncul setelah melihat Singapura dan New Zealand. Di Singapura, jika hari libur nasional jatuh pada hari Sabtu atau Minggu (weekend) maka pekerja berhak mendapat hari libur pengganti di hari kerja lain. Namun jika tidak diganti dengan hari libur, maka pekerja berhak dengan uang pengganti sebagai kompensasi.
Sementara, di New Zealand ketika hari libur nasional jatuh pada hari Sabtu atau Minggu, hari libur karyawan dapat dipindahkan ke hari Senin berikutnya (atau dalam beberapa kasus hari Selasa), kebijakan ini disebut sebagai Mondayisation.
Wacana ini pun menimbulkan pro kontra. Pihak yang setuju kebanyakan dari kalangan pekerja.
Sedangkan yang kontra datang dari pihak pengusaha yang menganggap libur harpitnas akan menurunkan produktivitas karyawan.