Wakil Ketua Dewan Pers periode 2019-2022, Hendry CH Bangun mendeklarasikan diri maju sebagai Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat pada kongres PWI yang akan berlangsung tahun 2023 ini.
“Dari kota Medan, tempat lahir saya, serta dalam suasana yang meriah dan menjadi ajang silaturahmi wartawan khususnya anggota PWI dari seluruh Indonesia, saya mendeklarasikan untuk maju sebagai Ketua Umum PWI Pusat,” kata Hendry CH Bangun, Rabu (8/2/2023).
Sosok Hendry dikenal sangat berpengalaman dalam mengelola dunia pers. Ia tercatat pernah menjadi Sekretaris Jenderal PWI Pusat selama dua periode, (tahun 2008-2013, 2013-2018), menjadi anggota Dewan Pers dua periode, (2016-2019, 2019-2022). Berbekal pengalaman tersebut serta pertolongan dari Allah Swt, ia merasa akan mampu menjalankan tugas tersebut.
“Bagi saya mengabdi pada PWI adalah kebanggaan, sejak menjadi anggota pada tahun 1987 dan menjadi pengurus di Seksi Wartawan Olahraga PWI Jaya pada tahun itu juga. Serta tidak lepas dari sejarah keterlibatan dalam dunia jurnalistik dan organisasi PWI di dalam keluarga,” jelas Hendry.
Di Medan diungkapkan Hendry, ayahnya almarhum Tridah Bangun, memulai kariernya sebagai wartawan Harian Waspada pada tahun 1953 (sampai 1957) dan pernah menjadi Wakil Ketua I PWI Cabang Medan pada tahun 1963-1967, dalam suasana politik yang sedang bergolak.
“PWI adalah organisasi wartawan tingkat nasional tertua dan terbesar hingga saat ini sejak didirikan sesepuh kita di Solo pada 9 Februari 1946, dan bagi saya memelihara, menjaga harkat dan martabat PWI adalah harga mati meskipun banyak organisasi yang lahir belakangan,” ungkapnya.
“PWI tidak boleh direndahkan, apalagi dipermalukan oleh organisasi kemarin sore, dalam kiprahnya di pentas dan khazanah jurnalisme dan jurnalistik Tanah Air,” sambungnya.
Tentu itu hanya dapat terjadi kalau semua setiap saat, setiap waktu, mengawal positioning dan branding PWI. Jika mereka yang dipercaya mengurus PWI terus meningkatkan kompetensi, kualitas, dan pemahaman tentang profesionalisme wartawan.
“Serta memahami aspirasi masyarakat, kondisi sosial politik bangsa dan negara, tantangan dan ancaman globalisme terhadap Indonesia, agar bangsa ini tetap kuat dan berdiri kokoh,” katanya.
Ketika PWI didirikan, lanjut Hendry, keputusan terpenting dari kongres adalah mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia yang terancam karena nafsu besar Belanda yang ingin menjajah kembali Tanah Air tercinta dengan membonceng Sekutu.
“ PWI tidak bicara soal jurnalisme saja, karena pendiri PWI adalah penulis pejuang, orang yang terjun langsung di tengah pertempuran.” jelasnya.
Posisi itu menurutnya harus selalu diingat oleh anggota PWI dalam setiap detak jantungnya, dalam setiap ketukan tangannya di keyboardlaptop ataupun ponsel, desah suaranya di mikrofon, atau pun tatapannya di depan lensa kamera. Huruf I dari kata PWI adalah Indonesia, tidak lain.
“Bagi PWI menjaga dan memelihara harkat dan martabat bangsa adalah nomor satu. Apalah artinya jurnalisme kalau itu hanya memuaskan nafsu kelompok, golongan, kepentingan, yang bertentangan dengan kehidupan bangsa? Apalah artinya kita memproduksi karya jurnalistik yang mengoyak-ngoyak, meluluh-lantakkan, mempermalukan bangsa sendiri di hadapan bangsa-bangsa lain?” tegas Hendry.
“Anggota PWI wajib memahami kontrol sosial, mengetahui dan melakukan kontrol atas kekuasaan yang cenderung rusak (corrupt), tetapi kita ini Indonesia dengan nilai-nilai kearifan budaya yang tinggi, kita memiliki cara yang solutif, bukan destruktif,” lanjutnya.
Di tengah gelombang tsunami informasi yang membuat banyak anggota masyarakat terombang-ambing, kehadiran karya jurnalistik wartawan yang jelas ideologi dan profesionalismenya sangatlah penting.
“Di sanalah PWI harus hadir, berperan, dan ikut menentukan arah dan masa depan bangsa. Berani bersikap, berani bersuara, berani diskusi dalam mencari jalan keluar, karena untuk itulah tujuan dari berdirinya PWI 77 tahun yang lalu,” bebernya.
“PWI adalah salah satu tonggak yang berjuang habis-habisan mempertahankan eksistensi republik ini, dan peran itu harus tetap dijaga, sebagai penghormatan kepada para pendiri PWI,” imbuhnya.
Tantangan PWI ke depan diungkapkan Hendry semakin berat karena anggotanya sebagian besar adalah wartawan cetak, meskipun sebagian besar sudah bermigrasi ke media siber, atau melakukan keduanya sekaligus.
“Hidup tidak lagi mudah bagi media cetak karena perubahan perilaku masyarakat dalam mencari informasi, semakin tidak ramah dengan lingkungan dan gaya hidup generasi muda, dan tidak lagi dinilai penting oleh lembaga, perusahaan, yang ingin menampilkan produk ataupun citra diri,” ucap dia.
Hendry pun menegaskan adalah kewajiban PWI juga untuk terus menerus melatih dan memfasilitasi anggotanya agar dapat beradaptasi, memiliki wawasan, pengetahuan bisnis apabila mereka hendak terjun ke usaha pers.
Dilakukan secara rutin di semua provinsi, disertai bimbingan dari para ahli atau praktisi yang sudah terbukti berhasil. Kita hidup di dunia nyata betapa sulitnya menjalankan usaha pers, tetapi tentu anggota PWI harus tetap profesional dan teguh dalam etika.
“Bendera PWI harus berkibar, kiprahnya terdengar, sikap dan gagasannya disegani di pentas nasional. Itulah target saya apabila dipercaya menjadi Ketua Umum PWI Pusat dalam Kongres PWI 2023 nanti.,” tegasnya.
Hendry menegaskan jalan satu-satunya ke arah sana adalah terus melakukan pendidikan,pendidikan, pendidikan, motto yang konsisten dijalankan Ketua Umum PWI periode 2008-2013, 2013-2018, Pak Margiono almarhum melalui program Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI), Safari Jurnalistik, Uji Kompetensi Wartawan, dll.
“Kegiatan seperti ini patut dilakukan lagi dengan modifikasi sesuai an kondisi dan tantangan yang baru. PWI Provinsi menjadi faktor sukses program-program pendidikan di atas karena dilibatkan, diajak diskusi, ikut memikirkan, bahkan berbagi tanggungjawab dalam pelaksanaan SJI. Pusat dan daerah dalam satu irama untuk kemajuan organisasi,” paparnya.
Sementara di PWI Pusat, para senior, para pakar dan spesialis, dibantu ahli-ahli, intelektual kampus, menggodok kurikulum, sesuai visi dan misi organisasi.
PWI bisa dan mampu karena itu sudah terbukti. Dirinya yakin PWI ke depan juga akan mampu apabila program pelatihan merasuk ke dalam jiwa, hati nurani, segenap pengurus PWI.
“Apalagi kalau semua potensi anggota PWI yang berkiprah di media-media nasional dan daerah, diajak memberi gagasan dan sumbangsihnya pada organisasi PWI. Bersatu kita teguh. Bersama kita bisa. Marilah memajukan PWI Pusat. Jayalah PWI,” pungkasnya.