Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) segera meluncurkan film hitam putih hasil restorasi berjudul Dr. Samsi produksi 1952.
Film Dr. Samsi garapan sutradara perempuan pertama Indonesia, Ratna Asmara adalah salah satu film bermateri seluloid 35mm yang tersimpan dalam koleksi Sinematek Indonesia dengan kondisi yang nyaris punah dan tidak lengkap.
Ahmad Mahendra, Direktorat Perfilman, Musik, dan Media, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek menyatakan harus segera melakukan tindakan restorasi sebagai bentuk penyelamatan dari format seluloid ke format digital yang lebih modern.
“Restorasi dan peluncuran kembali film Dr. Samsi diharapkan dapat menambah kekayaan arsip dan penyelamatan materi yang selama ini pernah menjadi catatan kejayaan sinema nasional,” kata Ahmad Mahendra di Jakarta, Rabu (20/12/2023).
Menurutnya, pengarsipan dan restorasi film ini menjadi salah satu kerja nyata Kemendikbudristek menghargai peran para sutradara sekaligus karya-karyanya dalam membangun industri perfilman di Indonesia.
“Kegiatan pengarsipan dan penyelamatan film-film kolosal yang pernah berjaya sudah dilakukan sejak 2019 melalui pendataan dan pemetaan judul sinema dengan materi pita seluloid di seluruh Indonesia. Dari situ kemudian dilakukan kurasi dengan beberapa kriteria,” ujar Mahendra.
Mahendra melanjutkan film-film masa lampau yang telah didata dan memenuhi kriteria itu di arsip dan diselamatkan melalui alih teknologi dari format seluloid ke digital (restorasi).
Film Dr. Samsi sendiri mengisahkan tentang perjalanan emosional seorang dokter bernama Samsi yang merawat anak hasil hubungan gelapnya dengan seorang perempuan bernama Sukaesih.
Anak tersebut diberi nama Sugiat dan lantas makin tumbuh besar. Sugiat tumbuh dewasa dan menjadi pengacara tanpa mengetahui kebenaran ibu kandungnya.
Saat Sugiat pulang ke Indonesia dari sekolah hukum di luar negeri, ia harus menangani kasus Sukaesih yang dituduh membunuh suaminya sendiri bernama Leo.
“Film yang diproduksi 1952 ini menjadi penanda penting perkembangan industri sineas Indonesia yang tetap relevan hingga kini,” kata Mahendra.
Mahendra menilai dari film ini memberikan inspirasi ke pegiat sinema sekarang untuk menjelajahi tema-tema universal menggugah hati.
Sebagai informasi, Ratna Asmara (1913-1968) dikenal sebagai seorang sutradara perempuan pertama di Indonesia dan perempuan berbakat yang seringkali membawa nuansa eksploratif ke setiap adegan karya ciptaannya.
Ratna juga cukup sering melibatkan alur cerita dengan visual yang indah serta narasi yang kaya.
Setiap karya Ratna Asmara tidak hanya mencerminkan kepiawaian dalam pengarahan, tetapi juga menyajikan warisan budaya yang kaya dalam sejarah perfilman Indonesia.
“Dengan begitu film-filmnya selalu menyajikan ciri khas kekayaan budaya nasional untuk disaksikan publik,” tutup Mahendra.