
Follow Eventguide.id untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel
EVENTGUIDE – Suasana duka dan haru menyelimuti Vihara Griya Vipasana Avalokitesvara (GVA), Mendut, Magelang, Jawa Tengah, saat peti jenazah Murdaya Widyawimarta Po, OBE 傅志寬, tiba dari Singapura pada Senin (14/4).
Ribuan masyarakat dari berbagai daerah memadati area vihara untuk menyambut tokoh nasional yang sepanjang hidupnya dikenal sebagai pejuang kesetaraan, pengusaha besar, filantropis, dan—bersama Hartati Murdaya—pemersatu umat Buddha lintas majelis.
Ratusan papan bunga dari berbagai tokoh, seperti Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), berjejer di sepanjang jalur masuk vihara sebagai simbol penghormatan terakhir yang penuh cinta dan kekaguman.
Sebelumnya, pada Senin pagi telah berlangsung upacara pelepasan bertajuk 告别仪式Gàobié yíshì atau Farewell Ceremony yang dilangsungkan secara khidmat di Woodlands Memorial, Leedon Hall, Lantai 6, Singapura.
Prosesi ini dihadiri oleh berbagai tradisi Buddhis, termasuk Sangha dari Fo Guang Shan dan Sangha Theravada Dhammayut Indonesia – Wat Palelai Singapore.
Doa dan puja penghormatan dipanjatkan oleh para bhikkhu dan umat yang mengenal secara langsung kontribusi serta keteladanan almarhum semasa hidupnya.
Ketua Dhammaduta Thailand untuk Indonesia, Luang Pho Wongsin Labhiko Mahathera, dengan 49 vassa, memberikan penghormatan terakhir dengan penuh empati.
“Bapak Murdaya adalah pribadi yang luar biasa. Hidupnya adalah praktik nyata dari ajaran Buddha—penuh welas asih, ketekunan, dan pengorbanan,” ujar Luang Pho Wongsin. “Beliau, bersama Ibu Hartati Murdaya, telah membangun begitu banyak vihara, mendukung para bhikkhu, dan menyentuh kehidupan banyak orang. Kehilangan sosok seperti ini bukan hanya kehilangan pribadi, melainkan kehilangan cahaya bagi umat manusia.”
Usai upacara, iring-iringan mobil jenazah meninggalkan Woodlands Memorial menuju Bandara Seletar, Singapura.
Dalam suasana penuh penghormatan, peti jenazah diangkat naik ke atas pesawat chartered ATR 72-600 bersama para penumpang lainnya, menyatu dalam perjalanan pulang ke tanah air yang dicintainya pada pukul 15.22 waktu setempat pesawat diberangkatkan dari Singapura dan tiba di Bandara Internasional Yogyakarta (YIA) pada pukul 17.22 WIB.
Setibanya di Indonesia, peti jenazah langsung dibawa dengan pengawalan ketat Kepolisian menuju Vihara GVA Mendut.
Warga dan umat sudah berjajar di sepanjang rute, melambaikan tangan dan menangkupkan tangan mereka dalam sikap anjali sebagai bentuk penghormatan mendalam.
Sesampainya di Vihara GVA, prosesi penyambutan dilakukan dengan rangkaian puja bakti lintas tradisi Buddhis.
Sangha Fo Guang Shan Indonesia memimpin persembahyangan pertama yang dipimpin oleh Bhiksu Nirmala Sasana/Suhu Xue Hua, dilanjutkan oleh Sangha Theravada Dhammayut Indonesia (STDI) bersama Sangha Dhamma Duta Indonesia (SDDI), serta tradisi Tantrayana dari Majelis Palpung Thubten Choekhorling Indonesia.
Atmosfer keheningan dan penghormatan spiritual menyelimuti seluruh area vihara, menjadikan momen ini sangat sakral dan bersejarah.
Dalam sambutannya di hadapan para tamu dan umat, Hartati Murdaya menyampaikan rasa terima kasih yang tulus atas kehadiran dan doa dari berbagai pihak, baik dari dalam maupun luar negeri.
“Saya dan keluarga sangat tersentuh oleh banyaknya cinta dan perhatian yang diberikan untuk Bapak Murdaya. Kami yakin, semua jasa baik dan kebajikan beliau akan menjadi pelita dalam perjalanan berikutnya. Beliau telah selesai dengan urusan di dunia ini, dan kini akan melangkah ke alam baru yang penuh kedamaian,” ujar Ibu Hartati dengan suara yang tenang namun penuh getaran emosional.
Dalam suasana penuh refleksi tersebut, para tamu pun menundukkan kepala, mengenang perjalanan hidup Murdaya yang begitu menginspirasi.
Banyak sosok mengenang kehidupan Murdaya bukan hanya dari sisi kesuksesan duniawi, tetapi dari bagaimana beliau hidup untuk memberi.
Murdaya percaya bahwa kekayaan sejati bukanlah apa yang kita simpan, melainkan apa yang kita bagikan. Ia telah membagikan begitu banyak hal kepada banyak orang, dalam bentuk kesempatan, dukungan, dan nilai-nilai hidup yang luhur.
Sebagai Anggota DPR RI periode 2004–2009, beliau turut memperjuangkan lahirnya sejumlah Undang-Undang penting, yaitu: UU No. 40 Tahun 2008 (10 November 2008) tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis UU No. 12 Tahun 2006 (1 Agustus 2006) tentang Kewarganegaraan UU No. 23 Tahun 2006 (29 Desember 2006) tentang Administrasi Kependudukan.
Mendiang wafat pada Senin, 7 April 2025, pukul 13.57 waktu Singapura di Singapore General Hospital pada usia 84 tahun.
Ia meninggalkan istri tercinta, S. Hartati Murdaya, serta keempat anaknya: Metta Murdaya, Prajna Murdaya, Upekkha Murdaya, dan Karuna Murdaya.
Masyarakat luas dipersilakan memberikan penghormatan terakhir di Vihara GVA Mendut hingga 6 Mei 2025. Prosesi kremasi akan dilaksanakan pada 7 Mei 2025 di Graha Padmasambhava, bertepatan dengan hari ulang tahun pernikahan beliau yang ke-54, menjadikan momen tersebut sangat bermakna secara spiritual dan pribadi.
Sebagai bentuk penghormatan yang lebih luas, umat Buddha akan mengenang beliau dalam rangkaian Waisak Nasional 2025.
Kirab akbar dari Candi Mendut ke Candi Borobudur akan digelar pada 12 Mei, dilanjutkan dengan pelepasan ribuan lampion Waisak dan detik-detik puncak Waisak pada pukul 23.55.29 WIB.
Seusai perayaan Waisak, masyarakat masih dapat menyampaikan penghormatan di kediaman keluarga di Rancamaya, Bogor, Jawa Barat.
Semua ini menjadi penutup yang penuh cinta dan penghormatan bagi sosok yang telah menorehkan warisan abadi di hati bangsa. Kehidupannya akan terus dikenang sebagai sumber inspirasi lintas generasi.