Follow Eventguide.id untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel
EVENTGUIDE.ID – Kementerian Pariwisata (Kemenpar) membuka ruang diskusi dengan para pemangku kepentingan pariwisata melalui Sustainable Tourism Development Forum (STDev Forum) 2025.
Staf Ahli Bidang Pembangunan Berkelanjutan dan Konservasi Kemenpar, Frans Teguh, saat membuka STDev Forum Series #1 menyampaikan bahwa forum yang dihadirkan dalam rangka menyambut World Tourism Day pada 27 September 2025 mendatang.
Menurutnya model pariwisata saat ini masih menghadapi berbagai tantangan yang perlu diatasi dengan memperkuat sistem tata kelola dengan kepemimpinan yang visioner.
“Bagaimana kebijakan, koordinasi, dan pengambilan keputusan dilakukan di antara para pemangku kepentingan dengan memperhatikan faktor alam, sosial, budaya, dan bisnis, sehingga tidak hanya memberikan manfaat bagi lingkungan, namun juga masyarakat,” ujar Frans Teguh.
Dia menekankan pentingnya kesadaran akan perspektif ekosistem kepariwisataan dalam membangun sinergi, konvergensi, keterkaitan dan keterhubungan ekosistem dan sistem kepariwisataan secara utuh dan holistik.
“Tidak egosentris namun menata keselarasan tata kelola yang ekosentris dan berkelanjutan. Peran aktor dan kepemimpinan dalam tata kelola kepariwisataan menentukan pertumbuhan kepariwisataan yang berkualitas dan berkelanjutan di Indonesia,” sambungnya.
STDev Seri #1 ini mengangkat topik Tata Kelola dan Kepemimpinan Kepariwisataan melalui Regulasi, Manajemen Krisis, Teknologi Digitalisasi dalam Transformasi Ekosistem Kepariwisataan Berkelanjutan.
Staf Ahli Bidang Reformasi Birokrasi dan Regulasi Kementerian Pariwisata, Kurleni Ukar, mengatakan mewujudkan pariwisata berkelanjutan salah satu yang dapat dilakukan yaitu reformasi birokrasi dan regulasi.
Hal ini penting untuk menghadirkan birokrasi yang efisien dan adaptif serta regulasi yang lebih sederhana dan konsisten.
Regulasi pariwisata berkelanjutan di Indonesia sendiri sudah cukup komprehensif. Namun perlu ada transformasi pada beberapa sektor seperti dimensi ekonomi agar birokrasi mampu mendukung investasi yang inklusif, mendukung UMKM dan komunitas lokal menjadi aktor utamanya.
“Intinya konsistensi dalam menjalankannya itu yang menjadi kunci utama agar pariwisata berkelanjutan itu bisa dilaksanakan dan memberikan kesetaraan,” ujar Kurleni
Senada dengan Frans Teguh, Staf Ahli Bidang Manajemen Krisis Kementerian Pariwisata Fadjar Hutomo mengatakan transformasi pariwisata berkelanjutan dapat dicapai jika Indonesia memperkuat tata kelola dan kepemimpinan atau leadership.
“Ketika bicara krisis kita tidak bisa hanya bicara tentang bagaimana mengatasi kejadiannya, memadamkan kebakarannya. Tetapi juga ketika kejadian itu selalu berulang, maka kita harus pelajari pola apa yang terjadi,” ujar Fadjar Hutomo.
Sudah seharusnya tata kelola manajemen krisis yang efektif dibarengi dengan pendekatan kolaboratif perlu diperkuat untuk memastikan pembangunan pariwisata berkelanjutan.
“Manajemen krisis pariwisata bukan hanya tentang keindahan tetapi juga tentang keselamatan, keamanan, dan keselamatan. Sehingga destinasi pariwisata juga harus mampu membangun persepsi ini bagi wisatawan sehingga menjadi preferensi atau pilihan bagi wisatawan untuk berkunjung ke destinasi itu,” kata Fadjar
Staf Ahli Bidang Transformasi Digital dan Inovasi Pariwisata Kementerian Pariwisata Masruroh mengatakan pariwisata berkelanjutan memberikan dampak perubahan yang luas tidak hanya lingkungan, sosial, maupun ekonomi, namun juga mempengaruhi pemanfaatan digital.
Hal itu meliputi penggunaan platform perjalanan daring, pembayaran non-tunai, Artificial Intelligence (AI), VR/AR, dan analitik big data.
Mendukung transformasi ini, Kementerian Pariwisata mengembangkan program Tourism 5.0, termasuk penguatan basis data melalui Sisparnas (Sistem Informasi Indikator Kepariwisataan Nasional) dan Jadesta (Jaringan Desa Wisata); serta melakukan pengembangan website indonesia.travel yang lebih imersif, informatif, dan ramah pengguna.
“Sustainable tourism itu bukan pilihan, tetapi sudah menjadi keharusan baik itu demand dari pasar maupun juga kebutuhan kita sendiri sebagai pemilik destinasi wisata. Dan diperlukan kerja sama semua pihak dalam mewujudkannya,” jelasnya.
“Sedangkan digital adalah platform yang bisa memperkuat upaya-upaya itu, sehingga dapat lebih transparan dan memberi benefit seluas-luasnya kepada masyarakat,” imbuhnya.
Wakil Ketua 1 Dewan Kepariwisatan Berkelanjutan Indonesia David Makes menyampaikan bahwa sebelum destinasi pariwisata menjadi berkelanjutan, tentu produk pariwisata itu harus kompetitif dan dapat survive terhadap dinamika kepariwisataan nasional maupun global.
“Kita sepakat bahwa pendekatannya memang harus holistik sebagai sebuah ekosistem. Hal ini membutuhkan kerja sama, kolaborasi baik antara instansi kementerian, lembaga, pemerintah pusat maupun daerah termasuk masyarakat, baik masyarakat adat, masyarakat pendatang yang yang bertindak selaku investor di dalam pengembangan pariwisata dalam sebuah destinasi,” tutur David.
STDev Forum Series #2 akan digelar pada 23 September 2025 dengan topik Gerakan Penguatan Sustainable & Regeneratives Practices.
Sementara, Series #3 akan digelar pada 30 September 2025 dengan topik Sinergi Transformasi ESU Tourism Development Program dan Pariwisata Regeneratif.
Rangkaian STDev Forum ini diharapkan akan ada tindak lanjut nyata berupa pelaksanaan gerakan Green Action dan Regenerative Action dengan seluruh stakeholder pada September sampai dengan Desember 2025.