
Follow Eventguide.id untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel
EVENTGUIDE.ID – Tidak banyak film yang berani menampilkan perempuan bukan sebagai sosok yang mengikuti, tetapi sebagai sosok yang memilih.
Air Mata Mualaf menghadirkan potret
perempuan yang berani berdiri atas keyakinannya, meski keputusan itu berarti berjalan sendirian dan menghadapi penolakan dari orang terdekat.
Bukan karena ia ingin melawan tetapi karena ia menemukan kebenaran yang tidak bisa lagi ia abaikan.
Anggie, tokoh utama yang diperankan oleh Acha Septriasa, bukan digambarkan sebagai korban keadaan. Ia adalah perempuan yang berpikir, merasakan, dan mengambil keputusan dengan sadar.
Ketika hidup membawanya pada titik terendah, ia tidak menyerah. Ia justru
mulai mempertanyakan siapa dirinya, apa yang ia yakini, dan ke mana ia ingin melangkah.
Dalam proses panjang pencarian jati diri itu, ia menemukan sebuah keyakinan yang membuatnya merasa utuh. Namun keyakinan tersebut tidak selaras dengan harapan keluarganya.
Di sinilah konflik inti film ini lahir, bukan dari kebencian, tetapi dari cinta. Ibunya, yang diperankan oleh Dewi Irawan, mencintai anaknya dengan segala cara, tetapi tidak siap menerima pilihan yang dianggap terlalu jauh dari tradisi keluarga.
Pertentangan ini tidak digambarkan keras atau hitam-putih. Sebaliknya, film ini menunjukkan realitas yang intim, bagaimana cinta bisa berjalan bersamaan dengan ketakutan, dan bagaimana seorang anak harus menyeimbangkan antara menghormati keluarga dan menghormati dirinya sendiri.
Sangat Personal
Acha Septriasa mengaku karakter Anggie sangat personal baginya. “Banyak orang melihat perempuan yang berbeda pilihan dengan keluarganya sebagai pemberontak. Padahal sering kali, mereka justru yang paling banyak berpikir dan paling dalam mencintai,” kata Acha Septriasa.
“Anggie tidak ingin melawan ibunya, dia hanya ingin jujur pada hatinya. Dan menurut saya, itu salah.satu bentuk keberanian perempuan yang paling kuat,” lanjutnya.
Acha menambahkan dirinya merasa ada banyak perempuan di luar sana yang diam-diam sedang memperjuangkan sesuatu. “Entah itu keyakinan, prinsip hidup, atau mimpi. Film ini untuk mereka,” imbuhnya.
Cara film ini menampilkan dua
generasi perempuan berbeda, anak dan ibu cukup menyentuh. Bukan hanya Anggie yang terluka; sang ibu pun digambarkan manusiawi, penuh ketakutan kehilangan anaknya.
Emosional
Dewi Irawan menyebut perannya sebagai salah satu yang paling emosional dalam kariernya.
“Saya memerankan ibu yang tidak jahat, tapi takut. Takut anaknya berubah, takut ditinggalkan, takut gagal sebagai orang tua. Saya rasa banyak orang tua akan merasa relate. Kadang kita menolak bukan karena kita benci, tapi karena kita panik. Film ini mengajarkan bahwa cinta dan perbedaan bisa hidup berdampingan, kalau kita mau saling mendengar,” tuturnya.
Melalui hubungan Anggie dan ibunya, film ini memperlihatkan bahwa perempuan dari generasi mana pun memiliki hak atas suaranya masing-masing. Perempuan boleh memilih, perempuan boleh ragu, perempuan boleh jatuh, tetapi perempuan juga boleh bangkit dan berkata: “Ini Jalan Pilihanku.”
Air Mata Mualaf menampilkan konsep istiqomah bukan sebagai istilah religius semata,.tetapi sebagai kekuatan batin untuk bertahan di jalan yang diyakini, bahkan ketika tidak ada yang mendukung.
Istiqomah dalam film ini berarti tetap lembut tanpa kehilangan pendirian; tetap mencintai tanpa kehilangan diri; tetap berjalan meski sendirian.
Melalui pendekatan yang jujur dan emosional, Air Mata Mualaf tidak hanya menyuarakan perjuangan spiritual seorang perempuan, tetapi juga merayakan keberanian perempuan
untuk menentukan identitasnya sendiri.
Disutradarai oleh Indra Gunawan, Air Mata Mualaf dibintangi oleh Acha Septriasa, Achmad Megantara, Dewi Irawan, Rizky Hanggono, serta aktor dari Indonesia, Malaysia, dan Australia.
Film ini akan tayang di bioskop seluruh Indonesia pada 27 November 2025, disusul rilis di Asia Tenggara dan Timur Tengah pada awal Desember, dan tayang di Netflix secara global pada 2 April 2026.




















