Follow Eventguide.id untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel
EVENTGUIDE.ID– Kementerian Pariwisata menanggapi secara serius pemberitaan mengenai dugaan pelarangan layanan Online Travel Agent (OTA) seperti Airbnb di Bali.
Kementerian Pariwisata menegaskan bahwa Pemerintah tidak pernah melarang maupun berencana menghentikan operasional OTA di Indonesia.
Pemerintah justru melihat OTA sebagai mitra strategis dalam memajukan pariwisata nasional.
Saat ini dilakukan Pemerintah adalah penataan terhadap akomodasi pariwisata ilegal, yaitu unit usaha akomodasi pariwisata yang beroperasi tanpa izin usaha akomodasi pariwisata yang resmi, bukan pembatasan terhadap platform OTA.
Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya meningkatkan kualitas layanan, menjamin keselamatan wisatawan, serta menciptakan persaingan usaha yang adil.
Sejalan dengan temuan masih banyaknya akomodasi pariwisata yang belum memiliki izin di Bali dan berbagai destinasi lainnya, Kementerian Pariwisata telah mengambil langkah proaktif sejak Maret 2025 melalui pendataan, pembinaan, edukasi, serta pengawasan terhadap seluruh pelaku usaha akomodasi pariwisata di Bali, Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, dan Jawa Barat.
Hal ini juga kembali ditekankan dalam Surat Edaran Menteri Pariwisata No. 4 Tahun 2025 tentang Imbauan Pendaftaran Perizinan Berusaha bagi Pelaku Usaha Penyediaan Akomodasi Pariwisata, tertanggal 6 Agustus 2025 yang ditujukan kepada para Kepala Daerah, Ketua Asosiasi Penyedia Akomodasi Pariwisata, dan Pelaku Usaha Penyediaan Akomodasi Pariwisata.
Penataan yang dilakukan saat ini bertujuan menjaga keberlanjutan destinasi, melindungi wisatawan, serta memastikan usaha akomodasi pariwisata, baik besar maupun kecil, beroperasi secara legal.
Pemerintah juga bekerja sama erat dengan berbagai OTA untuk memastikan merchant mereka memenuhi ketentuan perizinan. Menindaklanjuti Rapat Koordinasi bersama para OTA tertanggal 29 Oktober 2025, Pemerintah telah mengirimkan surat kepada para OTA tertanggal 8 Desember 2025 untuk mengarahkan merchant mereka melakukan pendaftaran perizinan.
“Legalitas usaha bukan sekadar formalitas administratif. Izin melalui sistem OSS adalah prasyarat agar sebuah akomodasi pariwisata memenuhi standar keamanan, profesionalitas, dan kewajiban fiskal yang berdampak langsung pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan penerimaan pajak Pemerintah Pusat,” demikian pernyataan resmi Kementerian Pariwisata.
Demi penataan yang terukur, Pemerintah dan OTA telah menyepakati serangkaian langkah bersama, termasuk sosialisasi kewajiban perizinan, penyebaran formulir registrasi usaha, hingga target bahwa seluruh akomodasi pariwisata yang dipasarkan melalui OTA wajib memiliki izin paling lambat 31 Maret 2026.
Merchant yang tidak memenuhi ketentuan akan dihentikan penjualannya di OTA.
Kementerian Pariwisata menegaskan bahwa Pemerintah sangat terbuka dan mendukung keberadaan OTA sebagai bagian dari ekosistem digital pariwisata Indonesia.
Pemerintah mendorong agar OTA asing memiliki/mendaftarkan menjadi badan usaha di Indonesia, sesuai Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, yang ditetapkan pada 5 Juni 2025.
Peraturan Pemerintah ini juga telah diturunkan menjadi Peraturan Menteri Pariwisata No. 6 Tahun 2025 tentang Standar Kegiatan Usaha, Tata Cara Pelaksanaan Pengawasan, dan Sanksi Administratif pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Pariwisata, tertanggal 10 Oktober 2025,.yang dapat digunakan oleh para pelaku usaha pariwisata sebagai rujukan.
Kementerian Pariwisata menegaskan kembali bahwa dalam tata kelola industri pariwisata, Pemerintah tetap mengedepankan kolaborasi, bukan restriksi, demi menciptakan industri pariwisata yang inklusif, berkualitas, dan berdaya saing global.




















