Artjog 2023 akan digelar selama dua bulan tepatnya pada 30 Juni hingga 27 Agustus 2023 di Jogja National Museum. Mengusung tema Motif: Lamaran, pameran ini melibatkan 73 seniman yang terdiri dari 51 seniman dewasa dari jalur undangan dan panggilan terbuka serta 22 seniman anak.
“Tema tersebut dipilih sebagai landasan dalam merajut ide dan pola karya seniman sekaligus mengajak mereka untuk mengungkapkan gagasan dan motivasi di balik karya,” kata Heri Pemad, Direktur Artjog, dalam keterangan pers-nya, Jumat (23/6/2023).
Heri Pemad menjelaskan Artjog komitmen dalam memfasilitas karya dan aktivitas anak-anak serta menempatkan karya mereka bersama karya seniman profesional hadir pula dalam Artjog Kids.
Secara khusus Artjog mengundang seniman Erwin Windu Pranata untuk membuat karya interaktif yang melibatkan anak-anak dalam prosesnya.
“Erwin berkolaborasi bersama anak-anak dari Rumah Belajar Ummasa, Bandung yang berusia 4 sampai 10 tahun untuk merespons keberadaan pohon beringin,” kata Heri.
Tim kuratorial Artjog akan dipimpin oleh kolaborasi kurator dan seniman Hendro Wiyanto, kurator dan penulis berbasis di Jakarta dan Nadiah Bamadhaj, seniman Malaysia yang menetap di Yogyakarta.
“Keduanya melandasi pilihan karya seniman dari sesuatu yang performatif, tangible, memiliki pendekatan serta perangkat visual yang kaya, dan tentunya menarik,” sambungnya.
Selain itu, tim kuratorial Artjog 2023 juga mengajak seniman muda pendaftar untuk memahami unsur-unsur sejarah tekstual Indonesia melalui tiga karya kanon Indonesia: Laut (1967) karya Sanento Yuliman, Abracadabra (1974) karya Danarto dan Misteri (1983) karya Toeti Heraty.
Dalam gelaran tahun ini, Artjog mengundang Mella Jaarsma dalam program Commissioned Artist. Mella Jaarsma telah berkontribusi secara signifikan pada dunia kesenian dalam kariernya selama lebih dari 30 tahun.
Karya Mella Jaarsma banyak mengeksplorasi berbagai material untuk mengungkapkan dan mempertanyakan fenomena sosial serta elemen kehidupan Jawa dan Indonesia.
Artjog akan menampilkan bangunan limasan yang menaungi karya-karyanya dengan tiga pendekatan kuratorial. Pertama, konsep arsitektur rumah limasan yang merepresentasikan ruang cair yang mengakomodasi pertemuan antar-individu atau komunitas melalui aktivitas nongkrong. Kedua, karya yang berfondasi pada konsep kulit kedua (second skin) yang mewarnai karya Mella dari tahun 2000-an.
Selain Mella Jaarsma, beberapa seniman seperti Novi Kristinawati, Ugo Untoro, dan Dicky Takndare juga turut memeriahkan pameran tersebut tahun ini.