Tiga asosiasi Meeting Incentive Converence Exhibition (MICE) yakni Asosiasi Perusahaan Pameran Indonesia (ASPERAPI), Indonesia Congress and Convention Association (INCCA) dan Jakarta Tourism Forum (JTF) memberikan gambaran dan tantangan terkait industrinya di tahun ini dan tahun depan.
Hosea Andreas Runkat, Ketua Umum Asperapi melaporkan, kondisi pameran Indonesia mulai bergerak di pertengahan Oktober 2021. Semula, Asperapi memprediksi bahwa kondisi pameran tahun ini lebih buruk dari tahun lalu. Ternyata meleset dan justru berbalik lebih baik.
Indikasinya adalah di pertengahn Oktober hingga akhir tahun ada sekitar 42 pameran dari 64 pameran di seluruh Indonesia. Sementara di tahun lalu dari sekian ratus event yang terdaftar hanya terselenggara 20 pameran sampai dengan pertenghan Maret 2021.
“Di awal tahun 2021 sempat berjalan hanya ada 1-2 kemudian tutup lagi karena ada kebijakan PPKM darurat. Kami bersyukur dengan kondisi akhir tahun ini, pameran bisa berjalan lagi, seperti sediakala dalam arti tidak merubah format hanya saja merubah adaptasinya,” ungkapnya, Jum’at (10/12/2021) di Jakarta Convention Center.
Jika berkaca pada tahun 2019 sebelum Covid-19, jumlah pameran yang digelar di seluruh Indonesia mencapai lebih dari 300 event, di mana 64 % diantaranya diselenggarakan di Jakarta.
“Asperapi memprediksi kegiatan MICE di Indonesia di tahun 2022 mulai bulai Juni sudah akan masuk pada posisi atau kondisi seperti yang terjadi pada tahun 2019,” terang Andre sapaan akrab Ketua Umum Asperapi itu.
Di sejumlah negara, Andre melihat sudah ada pergerakan penyelenggaraan pameran. Tadinya, beberapa negara asing bakal menggelar pameran di tahun 2024, akan tetapi mulai tahun depan sudah ada beberapa event yang dimajukan.
“Kemudian di tahun 2023 saya pun melihat pelaku pameran luar negeri sudah berharap kondisi pameran mendekati atau sama persis dengan kondisi di tahun 2019,” terangnya.
Untuk itu, Andre pun berharap di pertengahan tahun 2022 minimal negara kita sudah mengarah ke hal yang sama. “Saya melihat yang agak struggle bagi industri MICE di tiga bulan pertama, karena adanya aktivitas bulan puasa dan lebaran. Artinya di atas bulan Juni kita baru bisa bangkit,” tambah Andre.
Guna memulihkan perekonomian nasional, pemerintah harus sudah bergerak dengan memberikan stimulus atau trigger berupa penyelenggaraan pameran fisik dengan adaptasi baru dan mulai mengikis sejumlah event yang digelar secara daring.
“Pemerintah harus sudah meminimalisir penyelenggaran event online dan hybrid, mungkin prosentasenya 10 persen untuk online, kemudian hybrid antara 20-30 persen, sisanya kembali ke event fisik dengan adaptasi yang baru mulai dari new format dan digital insert,” tegasnya.
Jika pemerintah masih berkutat pada event daring maka ekonomi tidak akan bergerak. Sementara di luar negeri sudah mulai ada pergerakan yang lebih baik. “Hulu dan Hilir industri MICE Indonesia harus sudah bergerak,” pungkas Andre.
Kemenparekraf Harus Cepat Bertindak
Hal senada pun diutarakan oleh Iqbal Alan Abdullah Ketua INCCA. Ia mengatakan, hal pertama yang harus dilakukan adalah merubah mental. Menghilangkan rasa takut mengganti dengan rasa berani dan optimis. Jangan hanya menunggu dan menunggu.
“Indonesia adalah negara besar, dengan jumlah penduduk besar. Ini adalah market yang besar dan seksi untuk industri MICE. Betapa negara asing ingin masuk dan menggelar pameran di sini. Karena Indonesia adalah pasar yang seksi bagi mereka,” ucap Iqbal.
Sudah selayaknya, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif melakukan hal yang sama dan berfikir serius dalam menatap industri MICE Indonesia di tahun depan secara positif pula. Karena bagaimanapun pelaku industri MICE itu berada dalam naungannya.
“Sayangnya, sinyal positif tersebut belum nampak. Biasanya pemerintah ketika menjelang akhir tahun telah memaparkan proyeksinya untuk tahun depan seperti sosialisasi ke asosiasi dan industri, akan tetapi hingga hari ini sinyal tersebut belum ada,” ujar Iqbal menyayangkan.
Jika terlambat mengambil keputusan maka perekonomian nasional tidak akan bergerak. “Yang perlu menjadi catatan adalah, industri MICE ini memiliki multiplier effects yang luar biasa. Dan Kemenparekraf harus melihat ini,” tambahnya.
Sementara itu, Salman Dianda Anwar, Ketua Jakarta Tourism Forum menegaskan, target vaksinasi pemerintah provinsi DKI Jakarta yang melampui target telah menjadi sinyal positif bagi Jakarta untuk bergerak leluasa. Termasuk dalam penyelenggaraan event dengan segala adaptasi barunya.
Indikasi DKI Jakarta menyelenggarakan event dengan protokol kesehatan yang berlaku telah dimulai, salah satunya adalah kick off Presidensi G20 di awal Desember 2021 di Lapangan Banteng.
Kemudian di tahun 2022 mendatang DKI Jakarta pun akan menjadi tuan ruamah Formula E pada bulan Juni, kemudian menjadi tuan rumah dari kongres penerbit internasional yang menjadi bagian dari edisi spesial Frankfurt Book Fair dari Jerman.
“Ini adalah kongres yang ke-33, DKI Jakarta sebagai tuan rumah. Dan DKI Jakarta akan dinominasikan sebagai Book City dalam kongres tersebut.
Selain itu tambah Salman, JTF beserta beberapa asosiasi terkait mendorong pemerintah provinsi DKI untuk menerbitkan Pergub MICE. Pergub ini akan menjadi instrument yang dapat digunakan pelaku MICE di Jakarta agar memiliki daya saing sekaligus meneguhkan DKI Jakarta sebagai Kota MICE Dunia.
“Ditargetkan awal tahun 2022 Pergub MICE ini sudah ditandatangani oleh Gubernur DKI, dan ini bakal menjadi benchmarking bagi daerah lain dari seluruh Indonesia. Dengan memiliki Pergub MICE pelaku MICE akan dipermudah dalam hal bidding dan tidak diperdebatkan lagi ketika menggelar suatu event,” tutup Salman.