Titimangsa Foundation menghadirkan produksi ke-59 bertajuk Sudamala: Dari Epilog Calonarang. Diproduseri Happy Salma dan Nicholas Saputra, mampu menghadirkan nuansa Bali yang kental di Gedung Arsip Nasional. Para penonton datang dengan mengenakan pakaian putih-putih seperti sedang melaksanakan peribadatan. Mereka ada yang mengenakan kebaya dan ada pula yang memakai sarung. Gedung juga dihiasi janur dan aroma dupa yang menambah kesan Bali pada malam itu.
Nuansa Bali juga semakin kuat dengan adanya pameran keris pada ruang depan Gedung Arsip Nasional. Pada ruang pamer tersebut terpajang 4 keris milik Made Pada. 4 keris tersebut adalah 4 seri Keris Tangguh Kamardikan buatannya.
Di area pertunjukan penonton disajikan nuansa pedesaan Bali yang masih alami dengan banyaknya pohon hingga gubuk bambu. Di sisi depan panggung berbentuk seperti gapura kerajaan.
Pertunjukan diawali dengan adanya tari-tarian Bali lengkap dengan Barong dan penari topeng yang rancak. Hingga muncullah seorang Bondres, punakawan kerajaan yang memandu jalannya cerita.
Suddhamala terdiri dari dua kata yaitu suddha dan mala. Suddha artinya membersihkan, menghilangkan, atau menyucikan; dan mala artinya kotor. Dengan demikian istilah Sudhamala dapat berarti membersihkan/menghilangkan kotoran; atau penyucian yang sering pula disebut dengan istilah pemarisuda.
Dalam tradisi Bali, sudamala sering dilaksanakan dan digambarkan melalui seni pertunjukan, misalnya saja melalui drama tari Calonarang. Calonarang adalah sebuah karya sastra yang berasal dari Jawa Timur dan dibawa ke Bali setelah runtuhnya kerajaan Majapahit.
Pementasan yang terinspirasi dari pentas tradisi Bali yang berakar dari sastra membuat Nico sapaan Nichola Saputra menghabiskan banyak waktunya di Ubud, Bali. Ia kerap berdiskusi dengan Happy Salma mengenai seni pertunjukan di Bali, termasuk Calonarang.
“Dilihat dari sisi tradisi maupun dari seni pertunjukan: dramaturgi, gerak penari, kostum dan topeng yang dikenakan, serta gamelan yang mengiringi, semua dikreasi dengan detail yang mengagumkan,” kata Nicholas Saputra, di Jakarta,
Ditambahkan Happy Salma pementasan Sudamala: Dari Epilog Calonarang adalah karya kolaborasi antara 90 orang seniman dan maestro Bali juga kota lainnya. Ini akan menjadi pentas tradisi pertama Titimangsa yang dipentaskan di area terbuka di tengah hiruk pikuk kota Jakarta.
“Untuk membawa seni tradisi keluar dari Bali, membagi pengalaman yang kami rasakan kepada penonton di Jakarta misalnya, bukan hal yang mudah. Kami ingin menghadirkan pentas seni tradisi namun dengan tampilan dan bahasa yang universal. Ini juga tantangan bagi kami untuk membuat formula baru dengan durasi yang jauh lebih pendek, karena biasanya pertunjukan seni tradisi bisa berlangsung 6-8 jam,” ujar pendiri TitiMangsa Foundation ini.