Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation mengatakan Ludruk merupakan suatu drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup kesenian yang ditampilkan di sebuah panggung. Cerita yang ditampilkan biasanya mengisahkan tentang kehidupan sehari-hari, cerita perjuangan, dan sebagainya yang diselingi dengan lawakan dan diiringi dengan gamelan sebagai musik.
“Sejak muncul pada 2011, kami bersama kelompok Indonesia Kita berusaha menghibur, memberikan pesan moral, nilai-nilai kehidupan, menggandeng banyak seniman, pegiat seni, dan juga pecinta seni melalui pementasan yang kental dengan kebudayaan Indonesia,” kata Renitasari Adrian di Jakarta.
“Kali ini kelompok yang sejak 11 tahun lalu konsisten memberikan sajian beberapa kali dalam setahun bagi para penikmat seni, mengemas pementasan dalam format ludruk dan secara khusus dipersembahkan bagi perempuan Indonesia. Kami harap, penampilan dari kelompok yang kerap menyuguhkan tawa ke hadapan para penikmat seni ini, dapat menginspirasi, menghibur serta menyebarkan semangat bagi generasi muda terutama perempuan indonesia,” lanjutnya.
Perempuan-Perempuan Pilihan mengisahkan tentang kehidupan suatu negara yang makmur dan sejahtera berkat pemerintahan yang dipimpin oleh para perempuan. Pemimpin negara, politisi, hakim, birokrat, pegawai, semuanya perempuan. Bahkan seluruh penduduk negeri itu adalah perempuan. Para perempuan telah mampu membuat tatanan yang adil dan beradab, ketika semua hal diselenggarakan perempuan: dari perempuan oleh perempuan dan untuk perempuan.
Dunia yang tenang dan nyaman tanpa laki-laki. Itulah zaman keemasan perempuan. Tapi ketenangan dan kenyamanan itu mendadak terguncang: ada yang hamil. Bagaimana mungkin? Apakah itu keajaiban? Mukjizat? Apalagi saat muncul isu, bahwa kehamilan yang ajaib itu adalah pertanda akan datang semacam “Juru Selamat” atau “Ratu Adil” sebagaimana telah diramalkan.
Isu ini pun banyak yang mempercayainya. Semua kehebohan itu pun mengguncang tatanan. Ternyata di balik kemapanan dan ketertiban ada rahasia yang disembunyikan, misteri yang berusaha terus diselubungi. Misteri apakah itu? Perselingkuhan? Pembunuhan berencana? Upaya rekayasa atau penghilangan bukti dan saksi? Ataukah perseteruan para petinggi berebut pengaruh kekuasaan?
Pementasan yang diproduksi oleh Kayan Production ini ditulis dan disutradarai oleh Agus Noor dan menampilkan pendiri Indonesia Kita, Butet Kartaredjasa, dan para pemain panggung Indonesia, yaitu Dira Sugandi, Rieke Diah Pitaloka, Cak Lontong, Akbar, Marwoto, Rosianna Silalahi, Sruti Respati, Wisben, Joned, Sri Krishna Encik, Mia Ismi, Merlyn Sopjan, SAHITA dan Catur Benyek Kuncoro. Suguhan tari yang dikoreografi oleh Maria Bernadeta Aprianti (Etty Kajol) dan iringan musik yang diaransemen oleh Bintang Indrianto dan Koor oleh Bianglala Voices.
Selain itu, pementasan ini juga semakin meriah dan unik, karena seluruh pemain yang tampil, baik itu pemain laki-laki, akan muncul dalam karakter perempuan. Atas lakon yang kali ini diusung, pendiri Indonesia Kita, Butet Kartaredjasa menyatakan bahwa inilah untuk kesekian kali, Indonesia Kita menggelar lakon yang dipersembahkan bagi para perempuan. Di antaranya Nyonya-Nyonya Istana (2012), Nyonya Nomor Satu (2015), dan Princess Pantura (2018).
“Lakon ini memperlihatkan sekaligus menyadarkan kita, pernahkah kita memberikan kesempatan yang layak dan sepantasnya kepada perempuan untuk mengemban tanggung jawab politik dan pemerintahan. Di sisi lain, lakon ini juga memetaforakan situasi yang mengajak kita bertanya apakah situasi dominasi satu pihak menjadi jawaban untuk meraih kehidupan bernegara yang aman sentosa dan sejahtera?” ujar Butet Kartaredjasa.
“Bukankah negara ini dibentuk dengan landasan Bhinneka Tunggal Ika, yang memberikan tempat bagi keberagaman. Saya rasa, lakon ini tidak hanya semata-mata akan bicara tentang perempuan, namun sebuah situasi metafora yang menyadarkan kita akan fondasi negara kita yang disusun dari kontribusi semua pihak, golongan, dan gender,” imbuhnya.
Sementara Direktur Artistik Indonesia Kita, Agus Noor menjelaskan jalinan kisah ini menjadi sangat menarik dan kontekstual di tengah arus pemberitaan hangat yang beredar di media massa akan persiapan pencarian sosok pemimpin di masa depan, menjelang pesta politik 2024.
“Pertanyaan akan sosok pemimpin mau tidak mau akan juga dikaitkan dengan gender. Lewat lakon ini, kita justru ingin mengajak penonton untuk melihat bahwa gender bukanlah hal yang harus menjadi faktor dalam menilai kemampuan seseorang, apalagi dalam memimpin,” jelas Agus Noor yang menulis dan menyutradarai pertunjukan ini.
“Dan itu akan kami perlihatkan dalam bentuk seni tradisi bernama ludruk yang sedari dulu tak pernah membatasi para seniman yang tampil dalam pengkotak-kotakan gender. Justru konsep pemanggungan ludruk ini akan menantang seni peran para seniman,” sambungnya.
Pementasan Indonesia Kita ini juga didukung oleh Pertamina, salah satu Badan Usaha Milik Negara Indonesia. Menteri Badan Usaha Milik Negara Indonesia, Erick Thohir yang hadir dalam pentas pertama Indonesia Kita setelah pandemi. “BUMN mendukung penuh para seniman dan seni pertunjukan bangkit kembali,” kata Erick Thohir.