Menjelang tutup tahun 2022 Forum Strategis Arah Bangsa (FOSTRAB) mengundang tiga diplomat senior di Digra Coffee & Eatery, Jakarta Selatan pada Rabu (28/12) malam. Diskusi yang dipandu CEO Digra Foundation Jamaluddin Malik itu membahas beberapa aspek dalam memperjuangkan kopi Nusantara.
Jamaluddin Malik menyampaikan Indonesia adalah salah satu produsen kopi serta pemain utama dalam rantai perdagangan komoditas kopi dunia. Namun, apakah Indonesia mampu menjadi pengekspor kopi yang berdaya saing dan berkelanjutan?
Bagas Hapsoro, penggiat diplomasi kopi merespon bahwa sesungguhnya diplomasi adalah memperjuangkan kepentingan bangsa melalui upaya aktif seperti merundingkan, mempromosikan dan mencari celah agar kopi Indonesia berjaya di mancanegara.
Mantan Dubes RI untuk Swedia ini menambahkan bahwa dalam diplomasi tidak boleh semata difokuskan mengenai ekonomi dan kebudayaan tetapi juga ekosistem atau lingkungan hidup..
”Kalau hanya mementingkan faktor ekonomi tanpa kesinambungan, maka kopi Indonesia akan berkurang baik dari segi produktivitas maupun kualitasnya”, kata Bagas.
Selanjutnya juga diingatkan bahwa Indonesia jangan sampai menjadi net importer kopi.
Penggiat diplomasi kopi ini menyatakan program diplomasi kopi telah dimasukkan mulai dua tahun yang lalu ke dalam tugas sebuah Tim di Kementerian Luar Negeri (Kemlu).
Tim Percepatan dan Pemulihan Ekonomi (TPPE) dinilai sangat penting mengingat merebaknya Covid-19. Tidak sekedar bertugas melakukan promosi ke luar namun Kemlu telah memasukkan pelajaran kopi dalam kurikulum Diklat Kemlu.
Sementara itu, Prayono Atiyanto, Dubes/Diplomat Ahli Utama Kemlu menambahkan bahwa sudah saatnya segenap elemen bangsa memikirkan tentang KOPI bukan Coffee.
”KOPI itu bentuk sikap nasionalisme, meskipun Indonesia memiliki keberagaman jenis dan nama kopi dari masing-masing daerah”, ujar mantan Dubes RI di Azerbaijan ini.
Ia menambahkan, para diplomat yang belajar dan mendalami kopi adalah coffee warriors. Alasannya adalah bahwa sebagaimana marwah diplomat, diplomat itu mempromosikan dan ”berjualan”.
Akses Jejaring Pasar dan Pemahaman ’KOPI’
Kemenlu mempunyai network 131 networks di luar negeri. Jejaring ini adalah kantor perwakilan RI di luar negeri.
”Indonesia memiliki 131 perwakilan di seluruh dunia yang terbagi menjadi: 94 KBRI, 3 PTRI, 30 KJRI dan 4 KRI. Mereka bertugas membantu dan memfasilitasi hilirisasi kopi di luar negeri”, tambahnya.
Secara khusus, menurut Prayono, sesuai arahan Wamenlu RI Mahendra Siregar pada tahun 2021, upaya diplomasi perlu difokuskan pada upaya peningkatan ekspor kopi specialty Indonesia. Ini penting untuk mendorong sinergi dan koordinasi dari hulu sampai hilir serta mendorong partispasi semua stakeholders secara inklusif.
Prayono pun menjelaskan tentang pentingnya platform digital bernama Indonesia-Latin America and the Caribbean (INA LAC) yang secara resmi diluncurkan Menlu RI pada pada tahun 2020. Kemlu mengembangkan platform ini menjadi lebih luas dari Kawasan Amerika Selatan dan Karibia menjadi Kawasan Amerika dan Eropa.
Platform INA Access ini milik bersama dan dapat dimanfaatkan oleh semua pihak yang terkait promosi bidang perdagangan, investasi dan pariwisata. Untuk pelaku usaha (exhibitor) dapat bergabung secara gratis tanpa pungutan biaya apapun.
Kehadiran Platform INA-ACCESS berupaya untuk menciptakan kesempatan bagi user pelaku usaha Indonesia dan Kawasan Amerop. Bisnis Forum INA-Europa telah menghasilkan nilai bisnis US$6,8 juta.
Di kesempatan yang sama, Djumantoro Purbo, mantan Dubes RI untuk Slovakia menyatakan, tentang perlunya pengetahuan di bidang kebudayaan dan kearifan lokal.
”Kopi tidak saja memiliki nilai ekonomi tetapi juga value sosial kebudayaan. Tren konsumsi kopi akan bertahan lama karena berakar pada budaya,” ujar diplomat senior yang satu ini.
Negara Slovakia telah mencari jatidiri dengan pertumbuhan ekonomi. Ketika ekonomi menggeliat naik, lahirlah kelompok elit yang dalam status sosial—minum kopi luwak itu sangat mewah, layaknya hotel bintang bintang lima.
”Ini dapat dimanfaatkan untuk mereprensentasikan sebagai kopi Indonesia, karena Kopi Luwak dapat menjadi jati diri Indonesia,” pungkas Djumantoro.
Di akhir pembicaraan, narsum sepakat bahwa Kopi kian relevan dibahas pada saat semua negara tidak dapat menghindari resesi dan kerawanan pangan. Ketahanan pangan harus kuat, dengan kopi yang para petaninya sejahtera dan dengan pengelolaan lingkungan hidup semakin baik.