Follow Eventguide.id untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel
EVENTGUIDE.ID –Gerakan Satu Visi yang terdiri dari 29 penyanyi dan pencipta lagu telah resmi mengajukan uji materiil terhadap 5 pasal di UU Hak Cipta No. 28 Tahun 2014 ke Mahkamah Konstitusi pada 10 Maret 2025 lalu.
Pasal-pasal yang diajukan uji materiil adalah pasal 9 ayat (3), pasal 23 ayat (5), pasal 81, pasal 87 ayat (1), dan pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta.
Kelima pasal tersebut, secara berurutan berisi tentang izin dari pencipta lagu untuk kegiatan pertunjukan (performing), mengenai siapa pihak yang harus membayar royalti atas performing, mengenai apakah dapat pihak lain selain LMKN memungut dan mendistribusikan royalti performing serta menentukan tarif sendiri.
Selain itu juga mengenai materi ketentuan pidana dapat diterapkan dalam hal royalti performing belum dibayarkan.
Gerakan Satu Visi menunjuk Panji Prasetyo sebagai koordinator kuasa hukum dalam pengajuan uji materiil ke MK.
Penyanyi dan pencipta lagu yang terhimpun dalam Gerakan Satu Visi ini memiliki kekhawatiran yang sama tentang simpang siurnya beberapa pasal yang terdapat di UU Hak Cipta.
Dikhawatirkan, simpang siur penafsiran pasal-pasal itu dapat mengakibatkan konflik di antara profesi yang berkecimpung di industri musik Indonesia.
Mereka di antaranya Armand Maulana, Ariel NOAH, Vina Panduwinata, Titi DJ, Judika, Bunga Citra Lestari, Rossa, Raisa, Nadin Amizah, Bernadya, Nino Kayam, Vidi Aldiano, Afgan, Ruth Sahanaya, Yuni Shara, Fadly PADI.
Selanjutnya ada Ikang Fawzi, Andien, Dewi Gita, Hedi Yunus, Mario Ginanjar, Teddy Adhitya, David Bayu, Tantri KOTAK, Arda Hatna, Ghea Indrawari, Rendy Pandugo, Gamaliel, dan Mentari Novel.
Beberapa di antara mereka juga merupakan anggota Visi (Vibrasi Suara Indonesia), wadah kolektif untuk bersatu, berserikat, dan berdaya yang diinisiasi oleh para penyanyi Indonesia.
Berdasarkan alasan tersebut Gerakan Satu Visi mengajukan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi untuk mendapatkan kebenaran dan kepastian hukum dari pasal-pasal yang menimbulkan pertanyaan.
UU dan pelaksanaan yang ada sekarang belum melindungi hak pekerja musik yang di dalamnya adalah penyanyi, pencipta musik, pelaku pertunjukan dan berbagai pihak yang terkait.
Ketua Umum Visi Armand Maulana mengatakan selain dibentuk sebagai rumah para penyanyi dan pencipta lagu berkumpul, berserikat & berdaya, Visi juga bertujuan menjaga keharmonisan dan keselarasan ekosistem musik Indonesia.
“Jelas tidak ada dalam agenda kami untuk mendiamkan konflik antar profesi di dunia musik Indonesia. Kita kerja dan berjuang di industri yang sama, di jalan musik, semoga bisa bersatu seperti musik menyatukan banyak orang. Uji materiil UU adalah ikhtiar awal agar ke depannya tidak terjadi kesimpangsiuran dalam pengoleksian royalti,”beber Armand Maulana SCBD Jakarta, Rabu (19/3/2025).
Bunga Citra Lestari menambahkan Gerakan Satu Visi berharap, setelah uji materiil dilakukan akan ada kejelasan, sehingga tidak ada lagi simpang siur penafsiran yang menimbulkan keresahan.
“Ini adalah langkah konkret & bentuk kepedulian dari Gerakan Satu Visi untuk mendukung terciptanya ekosistem musik yang fair untuk semua. Semoga semua bisa berkarya dan bekerja dengan nyaman di industri musik Indonesia,” ujar BCL.
Hal serupa diungkapkan penyanyi dan pencipta lagu Iga Massardi yang mengatakan bahwa perbedaan pendapat merupakan hal yang wajar namun undang-undang yang berlaku harus dipatuhi bersama.
“Perlu digarisbawahi di sini, hukum yang berdasarkan undang-undang dan peraturan itu harus berlaku secara egaliter dan tidak elitis hanya untuk sebagian orang saja,” kata Iga.
Judika mengatakan aturan dalam Undang-Undang Hak Cipta merupakan landasan yang sangat penting dalam penyanyi menjalankan profesinya, mengenai performing rights hingga royalti dari pencipta asli ke penyanyi yang mempopulerkan.
“Jika aturan perlu diubah maka harus dilakukan oleh pembuat aturan, yakni pemerintah di bawah Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) agar lebih adil dan tidak memihak,” ujarnya.
“Aturan yang baik bisa menjadi efek positif terutama hak ekonomi bagi masing-masing musisi baik pencipta maupun penyanyi yang mempopulerkan,” imbuhnya.
Sedangkan Ariel Noah menegaskan dari Visi, sebagai warga negara yang tentunya memiliki hak konstitusional, mengajukan permohonan uji material kepada Mahkamah Konstitusi.
“Karena menurut kami, itu adalah langkah yang baik. Dan setidaknya membuat situasi yang sekarang masih abu-abu ini menjadi lebih jelas, Itu harapannya,” ujar Ariel.
Gerakan Satu Visi sebagai wadah kolektif penyanyi dan pencipta lagu Indonesia berharap pengajuan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi ini akan membawa kejelasan yang membawa kebaikan bagi setiap pihak.
“Ini langkah yang memang harus dilakukan. Sebenarnya langkah di MK ini tidak perlu dilakukan kalau saja, pelaksana undang-undang, yang dalam hal ini adalah pemerintah, DJKI (Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual) bisa tegas. Kejadian yang ruwet ini, tidak akan terjadi bila pemerintah sebagai pelaksana undang-undang bisa lebih tegas menegakkan aturan,” ungkap Panji Prasetyo, Kuasa Hukum Visi.
Langkah konstruktif ini diambil menciptakan kepastian hukum dalam industri musik Indonesia yang dijalankan Gerakan Satu Visi berdasarkan pada keinginan untuk menciptakan dunia musik Indonesia yang adil dan sejahtera bagi setiap orang di dalamnya.