Follow Eventguide.id untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel
EVENTGUIDE.ID – JAFF Market, unit industri dari Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) hadir di Asian Contents & Film Market (ACFM) di Busan, Korea Selatan pada 20-23 September 2025.
Kehadirannya untuk mempertunjukkan potret terkini perfilman Indonesia ke kancah internasional.
Dalam presentasinya kepada pelaku industri global, JAFF Market menyoroti perubahan signifikan dalam pola konsumsi penonton. Pada periode 2016–2019, film-film impor masih mendominasi bioskop Tanah Air, dengan rata-rata 50 juta penonton hanya dari 10 judul teratas setiap tahun.
Sebaliknya, film Indonesia berada pada posisi yang relatif stabil di kisaran 23 juta penonton.
Namun sejak 2022, peta ini berbalik. Top-10 film Indonesia kini mampu menggaet 30–40 juta penonton per tahun, melampaui film impor yang turun ke level 20–25 juta.
Pergeseran ini tidak hanya mencerminkan perubahan preferensi, tetapi juga menandai lahirnya kepercayaan baru terhadap cerita lokal yang makin beragam, tidak hanya horor dan drama, tetapi juga komedi dan animasi.
Drama tetap menjadi tulang punggung produksi nasional, mencerminkan kedekatan tema dengan keseharian masyarakat. Namun dalam empat tahun terakhir, genre horor muncul sebagai kekuatan utama dengan lebih dari 50 judul dirilis tiap tahunnya, menawarkan pengalaman kolektif yang khas di bioskop.
Komedi pun tetap hadir dengan rata-rata 20 judul per tahun, sementara animasi mencetak tonggak baru di box office tanda bahwa penonton Indonesia mulai membuka diri terhadap ragam bentuk sinema.
“Keragaman tontonan yang diminati penonton mencerminkan semakin besarnya kepercayaan pada cerita Indonesia,” ujar Sekarini Seruni, Business Director JAFF Market.
“Penonton tidak hanya kembali ke bioskop, tetapi juga merayakan keberanian sineas lokal menghadirkan drama, horor, komedi, hingga animasi. Momentum ini menegaskan vitalitas baru industri film Indonesia di tingkat global,” imbuhnya.
Pertumbuhan jumlah layar bioskop turut menjadi penggerak vital industri. Hingga 2024, Indonesia telah memiliki lebih dari 2.200 layar, dengan proyeksi mencapai 2.700 layar pada 2030.
Meskipun platform streaming terus berkembang, menonton film di bioskop tetap menjadi bagian dari kebiasaan budaya yang kuat. Genre seperti horor, komedi, dan event films (film berskala besar) yang menjadi magnet kolektif seperti film aksi, drama sejarah, atau adaptasi besar masih menemukan panggung utama di layar lebar.
Tercatat lebih dari 126 juta tiket terjual pada 2024, Indonesia mencatat salah satu tingkat admisi tertinggi di kawasan Asia pascapandemi. Namun, angka admisi per kapita masih berada di bawah 0,5, menunjukkan bahwa potensi pertumbuhan jangka panjang masih sangat besar, terutama seiring dengan ekspansi infrastruktur dan meningkatnya akses publik terhadap bioskop.
“Tim analitik JAFF Market secara cermat menganalisis data terkait jumlah penonton bioskop, perluasan layar, volume produksi konten, serta pola perilaku penonton yang terus berkembang. Semua ini menjadi fondasi bagi pengambilan keputusan yang berbasis bukti nyata, real-time, dan relevan bagi produser, distributor, platform, maupun pembuat kebijakan,” ujar Gundy Cahyadi, Head of Analytics JAFF Market.
Adapun temuan terbaru dari proyeksi JAFF Market dan Cinepoint menggarisbawahi beberapa tren kunci yang tengah berlangsung di industri:
•Jumlah penonton bioskop mencapai 126 juta pada 2024, dengan proyeksi stabil di kisaran 100 juta penonton per tahun pada 2026, tumbuh sekitar 10% per tahun.
•Jumlah produksi film diperkirakan meningkat dari 152 judul pada 2024 menjadi sekitar 200 judul per tahun pada 2028.
•Adopsi genre hibrida, seperti horor-komedi atau horor-reliji, menunjukkan bahwa sinema Indonesia tidak hanya bertumbuh secara kuantitas, tetapi juga dalam eksplorasi bentuk dan tema.
•Penetrasi layar dan admisi per kapita yang masih rendah, ruang pertumbuhan jangka panjang Indonesia sangat besar, baik dalam sisi konsumsi, produksi, maupun ekspor konten.
Seiring itu, Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) juga akan menggelar perayaan 20 tahun pada 29 November-6 Desember 2025, dengan program retrospektif, pemutaran perdana, dan forum internasional yang mempertemukan sineas, pemangku kepentingan, dan festival dari berbagai negara.
Didirikan pada tahun 2006 sebagai respons terhadap perkembangan distribusi digital di awal 2000-an, Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) telah menjadi platform penting dalam memperkuat ekosistem sinema di Yogyakarta dan Indonesia.
Seiring berkembangnya distribusi digital secara global, Indonesia menjadi salah satu pasar film terbesar di Asia Tenggara, yang menuntut kehadiran sineas dan tenaga profesional berkualitas. Dari kebutuhan ini, lahirlah JAFF Market sebagai hub industri untuk menghubungkan sineas, talenta baru, kreator konten, investor, institusi film, media, dan komunitas film.
Menghadirkan berbagai program unggulan, JAFF Market terus berkembang sebagai event industri terkemuka yang mendorong inovasi dan memperkuat ekosistem film Indonesia yang dinamis.